Subjek
- #Choeumcheoreom (처음처럼)
- #Chamiseul (참이슬)
- #Minuman Keras
- #Soju
- #Alkohol Rendah
Dibuat: 2024-02-20
Dibuat: 2024-02-20 12:55
Pixabay
Halo! Apakah Anda suka soju? Jika ya, apakah Anda lebih menyukai soju dengan kadar alkohol tinggi atau rendah? Saat ini, minuman beralkohol rendah sedang menjadi tren, dan kadar alkoholnya semakin rendah. Kabar terbaru menyebutkan bahwa kadar alkohol dari Chamisul Fresh, yang memegang posisi pertama di industri soju, telah turun dari 16,5% menjadi 16%. Ada yang senang, ada pula yang tidak senang dengan kabar ini. Hari ini, kita akan membahas alasan di balik tren kadar alkohol rendah di industri minuman beralkohol dan opini publik seputar tren ini!
Saat mendengar kata ‘soju’, yang terbayang adalah minuman keras yang kuat. Berbeda dengan bir atau anggur yang identik dengan minuman ringan, soju dianggap sebagai minuman untuk mabuk. Dalam film atau drama, tokoh yang mabuk dan terhuyung-huyung atau menangis biasanya karena minum soju. Namun, belakangan ini, jika kita melihat iklan soju, sering muncul kata kunci seperti ‘lembut’, ‘ringan’, dan ‘segar’. Hal ini menunjukkan bahwa tren soju saat ini adalah soju yang tidak terlalu kuat, lembut, dan mudah diminum. Soju bukan lagi minuman keras yang ditujukan untuk mabuk, tetapi lebih sebagai minuman yang dinikmati.
Chamisul pertama kali diluncurkan pada tahun 1998 dengan kadar alkohol 23%, dan pada tahun 2006, versi kadar alkohol rendahnya, Fresh, diluncurkan dengan kadar alkohol 19,8%, hingga saat ini turun menjadi 16%. Chungchun juga diluncurkan pada tahun 2006 dengan kadar alkohol 20,1%, dan saat ini telah turun menjadi 16,9%. Jika kita melihat soju yang baru-baru ini berhasil meningkatkan penjualan, seperti Jinro dan Sero, keduanya memiliki kadar alkohol 16%. Dapat dikatakan bahwa industri soju sedang ramai-ramai menurunkan kadar alkohol. Lalu, bagaimana opini publik mengenai tren kadar alkohol rendah ini?
Pixabay
Mari kita lihat opini positifnya terlebih dahulu. Pertama, kesadaran masyarakat akan kesehatan semakin meningkat. Semakin rendah kadar alkohol, semakin rendah pula risiko masalah kesehatan akibat minum terlalu banyak, sehingga tren ini dianggap positif. Kedua, selera dan tren konsumen bergeser ke minuman beralkohol rendah. Sebenarnya, tidak ada data objektif yang menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai minuman beralkohol rendah. Namun, melihat tren beberapa tahun terakhir seperti Soju Tonic dan Highball, khususnya kalangan muda, tampaknya mulai menikmati minuman beralkohol yang lebih ringan. Terakhir, tren ini berhasil menarik minat konsumen wanita. Sesuai dengan tren saat ini, soju dengan kadar alkohol yang lebih rendah dan rasa yang lebih lembut dinilai cocok dengan selera konsumen wanita.
Pixabay
Tentu saja, tren kadar alkohol rendah pada soju juga menuai opini negatif. Pertama, tren ini bisa menimbulkan rasa tidak suka. Khususnya, kelompok usia yang biasa mengonsumsi soju dengan kadar alkohol di atas 20% mungkin tidak menyukai penurunan kadar alkohol ini. Kedua, ada kecurigaan bahwa ini hanyalah upaya untuk meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya produksi. Soju yang biasa kita minum, yaitu soju hasil penyulingan, kadar alkoholnya yang lebih rendah pasti akan mengurangi biaya bahan baku. Ada anggapan bahwa ini adalah bentuk ‘shrinkflation’ (pengurangan jumlah produk tanpa menurunkan harga), di mana jumlah produk dikurangi tanpa menaikkan harga, sehingga pada akhirnya efeknya sama seperti menaikkan harga.
Perubahan ini mungkin tampak positif jika kita mempertimbangkan kesehatan, tetapi di sisi lain, kita juga mempertanyakan apakah ini hanya demi keuntungan perusahaan. Hari ini, kita telah membahas tren kadar alkohol rendah pada soju. Bagaimana pendapat Anda? Meskipun kadar alkoholnya lebih rendah, jangan lengah! Hindari minum berlebihan! Semoga Anda selalu menjalani kebiasaan minum yang sehat. Semoga artikel ini bermanfaat dan terima kasih telah membacanya :)
Komentar0